Kognitif adalah suatu proses berfikir(Fikriyati, 2023; Meng,
2020), yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai,
dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses
kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan yang menandai
seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan
kepada ide-ide dan belajar.
Perkembangan kognitif sangat diperlukan untuk
pengembangan kemampuan kognitif. Montolalu menyatakan
bahwa kemampuan yang diharapkan pada anak usia 5-6 tahun
dalam aspek perkembangan kognitif, yaitu mampu untuk berfikir
logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah dan
menemukan hubungan sebab akibat
Dalam Permendikbud No 137 Tahun 2014 tentang standart
pendidikan nasional dijelaskan bahwa adanya Standart Tingkat
Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) salah satunya adalah
perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun.
Berkembangnya kemampuan berpikir, dapat membuat anak
menjadi mudah dalam menguasai pengetahuan yang luas dan
umum sehingga anak memiliki kesiapan dalam kehidupan
bermasyarakat. Untuk membantu berkembangnya aspek kognitif,
anak usia dini perlu dibekali dengan adanya pengalaman belajar
yang telah dirancang berdasarkan kemampuan anak usia dini
dengan menggunakan metode yang dapat mengembangan aspek
kognitif yaitu penggunaan media loose parts (ERV Dewi, H Hibana,
M. Ali 2023).
Berdasarkan hasil penelitian awal di PAUD Suryakasih Rawa
Bebek Jakarta Timur, ditemukan permasalahan perkembangan
kognitif anak, dari populasi total 30 anak dalam satu kelas terdapat
20 anak yang mengalami permasalahan dalam perkembangan
kognitifnya. Dari permasalahan yang ditemukan peneliti, tahapan
perkembangan kognitif, kemampuan pemecahan masalah anak
belum mampu memecahkan masalahnya sendiri, anak belum
mampu menunjukkan sikap kreatif, anak belum mampu berfikir
logis dan belum mampu berfikir simbolis dimana anak-anak masih
terpola dengan pembelajaran yang bersifat penugasan dengan alat
dan bahan yang telah ditentukan oleh guru. Dengan demikian
dibutuhkan metode pembelajaran yang relevan dalam
pembelajaran anak usia dini dalam meningkatkan kemampuan
kognitif tersebut dengan memanfaatkan media pembelajaran yang
sifatnya terbuka seperti loose parts. Menurut Sally Haughey,
pendiri Fairy Dust Teaching, Loose parts diartikan sebagai bahan-
bahan yang terbuka, dapat terpisah, dapat dijadikan satu kembali,
dibawa, digabungkan, dijajar, dipindahkan, dan digunakan sendiri
ataupun digabungkan dengan bahan-bahan lain.
Dari definisi tersebut, maka ketika anak bermain dengan loose
parts, anak dapat memainkan loose parts sesuai keinginan anak.
Loose parts memiliki sifat terbuka, sehingga sangat lentur, mudah
untuk diubah, ditambahkan, dimodifikasi, dan sebagainya, yang
secara langsung pembelajaran berpusat kepada anak. Selain
meningkatkan kemampuan kognitif anak, media loose parts dapat
mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak yang lainnya.
Kata media berasal dari Bahasa latin yang merupakan bentuk
jamak dari “medium” secara harafiah berarti perantara atau
pengantar (Septy Nurfadhilah, 2021 Media Pembelajaran).
Menurut Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education
Association/NEA) dalam buku Arief Sadiman, dkk, media adalah
bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta
peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat,
didengar, dan dibaca. Adapun batasan yaitu bahwa media adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sed emikian
rupa sehingga proses belajar terjadi.
Dalam aktivitas pembelajaran, media dapat didefenisikan
sebagai sesuatu yang dapat dijadikan sarana penyampaian
informasi antara guru dan siswa. Media pembelajaran secara
keseluruhan merupakan suatu alat atau bahan yang digunakan
dalam proses belajar mengajar yang memiliki fungsi sebagai
pembawa informasi dari sumber belajar.
Media yang digunakan dalam pembelajaran hendaknya sesuai
dengan kondisi sekolah, peserta didik serta sesuai tujuan
pembelajaran. Tujuan pemanfaatan media dalam pembelajaran
adalah untuk mengefisiensikan proses pembelajaran. Secara umum
dapat dikatakan media mempunyai manfaat sebagai berikut:
a) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistic
b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra
c) Menimbulkan semangat belajar, interkasi lebih langsung antara
siswa dan sumber belajar
d) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan
kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya
e) Memberi rangsangan, pengalaman dan menimbukan persepsi
yang sama.
Menurut Gerlach dan Ely, media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun
kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
ketrampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan
lingkungan sekolah merupakan media. Sedangkan menurut
Criticos, media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu
sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.
Istilah Loose Parts mulai digunakan pada tahun 1971 oleh
seorang arsitek kelahiran London bernama Simon Nicholson yang
menerbitkan karyanya tentang “How Not to Cheat Childtren – the
Theory of Loose Parts”. Nicholson mengatakan bahwa lingkungan
adalah tempat interaktif bagi anak, dimana anak itu sendiri terlahir
sebagai pribadi yang kreatif. Dengan lingkungan yang terbuka maka
memungkinkan anak menjadi seorang penemu dengan adanya
interaksi anak dengan lingkungan.
Nicholson menggambarkan Loose Parts sebagai “variable” yang
menyediakan contoh-contoh seperti berbagai material dan bentuk,
bau-bau dan fenomena fisik lainnya seperti listrik, magnet dan
gravitasi; media seperti gas dan cairan; suara, musik, gerakan;
reaksi kimia, masakan dan api; orang, tanaman, kata, konsep, dan
ide. Dengan semuanya itu anak senang bermain, berekserimen,
menemukan dan menjadi senang.
Loose parts berasal dari bahasa inggris yang berarti bagian
longgar. Dalam sebuah permainan, bagian yang longgar adalah
bahan yang dapat dipindahkan, dibawa, digabungkan, dirancang
ulang, disejajarkan, dan dipisahkan dan disatukan kembali dengan
berbagai cara. Mereka adalah bahan tanpa set arah tertentu yang
dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan bahan
lainnya. Loose parts adalah bahan yang dapat di pindahkan, di
bawa, di gabungkan, dirancang ulang, dipisahkan dan disatukan
kembali dengan berbagai cara. Loose parts menciptakan
kemungkinan kreasi tanpa batas dalam aktifitas pembelajaran dan
mengundang kreativitas anak.
Menurut Sally Haughey, pendiri Fairy Dust Teaching, Loose
parts diartikan sebagai bahan-bahan yang terbuka, dapat terpisah,
dapat dijadikan satu kembali, dibawa, digabungkan, dijajar,
dipindahkan, dan digunakan sendiri ataupun digabungkan dengan
bahan-bahan lain Dapat berupa benda alam yang sintetis. Dari
definisi tersebut, maka ketika anak bermain dengan loose parts,
anak dapat memainkan loose parts sesuai keinginan anak. Loose
parts memiliki sifat terbuka, sehingga sangat lentur, mudah untuk
diubah, ditambahkan, dimodifikasi, dan sebagainya.
Diane Khasin sebagai peneliti tentang Technology Incuiry Based
learning menuliskan di dalam blog-nya bahwa dengan bermain
loose parts maka anak akan menjadi pencipta/perancang dari pada
sekadar menjadi pemakai (Loose Parts: Children as Creators rather
than Consumers). Kashin mengatakan bahwa loose parts
merupakan material bebas dari apa saja yang dapat dimainkan anak