Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 43-48. 2024 Assyfa International of Multidisciplinary Education, vol. 1 (2), pp. 131-146, 2024 Received 15 August 2023 / published 25 May 2024 https://doi.org/10.61650/ajme.v1i2.351 Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun Huzaini Institut Agus Salim Metro, Indonesia E-mail correspondence to: ahmadsaini1981@gmail.com sebagai sterotip kekhasan budaya. Abstract Perpaduan antara adat istiadat Lampung Pepadun dan pengaruh Islam telah menciptakan suatu fenomena unik dalam tradisi perkawinan masyarakat Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana corak Islam terintegrasi dalam adat perkawinan Pepadun dan bagaimana keduanya saling mempengaruhi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi langsung. Sebanyak 15 narasumber yang terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, dan pasangan yang telah melangsungkan pernikahan menurut adat Pepadun diwawancarai untuk mendapatkan data yang akurat dan komprehensif. Teknik analisis data dilakukan dengan cara triangulasi dan analisis tematik untuk memastikan validitas temuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur-unsur seperti pernikahan jujur, bentuk perkawinan Semanda, dan sanggar pernikahan pineng ngerabung merupakan manifestasi dari integrasi corak Islam dalam adat Pepadun. Temuan ini menegaskan bahwa hubungan antara Islam dan budaya Lampung adalah simbiosis dan saling memperkaya, menghasilkan budaya sinkretis yang unik. Kesimpulannya, pengaruh Islam dalam adat perkawinan Lampung Pepadun tidak menghilangkan identitas asli budaya Lampung, melainkan memperkaya khazanah budaya lokal. Harapannya, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pengembangan studi lebih lanjut tentang interaksi antara agama dan budaya lokal serta mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang kekayaan budaya Indonesia.. Keywords: Tradisi Ngejalong Kubugh, Pendekatan Sosiologi, Studi Islam. Dapat dikatakan bahwa budaya Lampung juga terdapat kehasan yang khusus dibanding dengan adat budaya di Nusantara, terlebih adat budaya Lampung jika dilihat oleh kacamata umum terdapat unsur keislaman yang kuat, bukan berarti adat budaya Lampung berubah atas islam namun pada dasarnya corak islam menjadi tambahan keluasaan adat budaya Lampung. Adat perkawinan Lampung Pepadun merupakan salah satu contoh menarik dari bagaimana tradisi lokal dapat bergabung dengan pengaruh Islam untuk membentuk suatu fenomena budaya yang unik (Huynh, 2020; Wragg, 2020). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana corak Islam terintegrasi dalam adat perkawinan Pepadun dan bagaimana keduanya saling mempengaruhi. Dalam konteks pendidikan, terutama pendidikan matematika, saat ini menghadapi tantangan yang cukup kompleks. Pendidikan matematika sering kali dianggap menakutkan bagi sebagian siswa karena pendekatannya yang cenderung abstrak dan kurang terhubung dengan kehidupan sehari-hari (Anglisano et al., 2020; Leden et al., 2020). Tantangan ini diperparah dengan kurangnya pengintegrasian budaya lokal ke dalam pembelajaran (Karas, 2020; Kengpol et al., 2020), yang dapat membuat siswa merasa lebih terhubung dan termotivasi. PENDAHULUAN Dalam pembahasan kebudayaan Nusantara terdapat dua hal yang sering menjadi benturan yaitu budaya dan Agama (Behari-Leak, 2020; Huerta, 2020; Safsouf et al., 2020). Hal tersebut dikarenakan setiap budaya memiliki kekhasan masing masing, karena dari kekhasan itulah menjadikan nilai adat tersendiri yang di anut oleh masyarakat (Edelmann et al., 2020; M.E. & T., 2020). Hal tersebut juga yang menjadi kekhasan adat budaya Lampung (Dirksen, 2020; Mycek et al., 2020), dimana nantinya dijadikan Tantangan dalam dunia pendidikan saat ini sangat beragam. Pertama, tantangan dari segi kurikulum yang sering kali tidak memasukkan unsur budaya lokal (Cojocaru & Tanasie, 2020; Setiawan et al., 2020), sehingga siswa kehilangan identitas budaya mereka (Lötter & Jacobs, 2020; L. M. Strachan & Winkel, 2020). Kedua, tantangan dalam hal metode pengajaran yang masih didominasi oleh pendekatan konvensional yang tidak interaktif (Damrosch, 131 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 2020; LaDuca et al., 2020). Masalah ini berdampak pada rendahnya minat belajar siswa dan kurangnya pemahaman terhadap materi pelajaran. dihadapi saat ini (Arif et al., 2023; Nasiha et al., 2023). Globalisasi dan pengaruh budaya asing sering kali dianggap lebih modern dan menarik (Darmayanti, 2023b; Winson et al., 2024), mengakibatkan tradisi lokal seperti perkawinan adat Pepadun kurang diminati. Adat Pepadun menghadapi tantangan signifikan karena kurangnya dokumentasi dan literatur yang memadai (Mishra & Satpathy, 2020; Tiejun & Linlin, 2020; Utomo, 2024), membuat generasi muda kesulitan memahami dan melestarikan tradisi ini. Studi oleh Santoso (2019) menyoroti bahwa tanpa upaya dokumentasi yang baik, nilai-nilai dan praktik budaya dapat hilang seiring dengan berjalannya waktu (Abao et al., 2024; Kreinsen, 2024). Hal ini diperparah oleh modernisasi dan perubahan sosial yang mengancam keberlangsungan praktik adat tradisional. Menurut penelitian Hartono (2018), modernisasi sering kali membawa perubahan gaya hidup yang menjauhkan masyarakat dari akar budaya mereka. Generasi muda lebih tertarik pada budaya populer yang disajikan oleh media massa (Hussain & Phulpoto, 2024; Sungkawati & Uthman, 2024b), makin memperburuk situasi ini. Dalam konteks ini, penting untuk memperkuat dokumentasi dan pendidikan tentang Adat Pepadun guna memastikan bahwa tradisi ini dapat diteruskan kepada generasi berikutnya. Langkah ini dapat dilakukan melalui program edukasi yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah dan kampanye budaya yang menarik minat generasi muda untuk mengenal dan menghargai warisan budaya mereka. Dengan demikian, Adat Pepadun tidak hanya dapat dipertahankan tetapi juga berkembang seiring dengan perubahan zaman. Studi oleh Ahmad (2020) menunjukkan bahwa generasi muda cenderung lebih memilih upacara perkawinan yang praktis dan terjangkau daripada yang sarat akan tradisi dan nilai adat (Karim & Zoker, 2023; Rahman, 2023). Hal ini mengakibatkan banyak elemen penting dari tradisi perkawinan yang mulai ditinggalkan. Penelitian oleh Sari (2019) menekankan pentingnya revitalisasi tradisi melalui pendekatan yang lebih modern dan relevan bagi generasi muda, seperti penggunaan teknologi digital untuk mempromosikan dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya tradisi lokal (Schabas, 2023; Zahroh et al., 2023). Dengan memanfaatkan media sosial dan platform digital lainnya, tradisi perkawinan adat dapat diperkenalkan kembali kepada generasi muda dengan cara yang lebih menarik dan mudah diakses. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam melestarikan tradisi perkawinan yang kaya akan nilai dan makna budaya. Menjaga keseimbangan antara pengaruh luar dan budaya lokal dalam konteks budaya sinkretis adalah tantangan yang kompleks (Siddiqui et al., 2023; Wijaya & Darmayanti, 2023). Budaya sinkretis, yang merupakan hasil dari perpaduan budaya lokal dengan pengaruh luar (Haanurat, 2024; Hotimah et al., 2024; Vedianty et al., 2023), sering kali menghadapi kesulitan dalam mempertahankan identitas lokalnya. Studi oleh Wijaya (2020) menunjukkan bahwa masyarakat sering kali merasa terancam oleh pengaruh luar yang dianggap dapat mengubah atau bahkan menghapus identitas budaya mereka. Tantangan ini diperparah oleh kurangnya edukasi yang memadai tentang pentingnya budaya sinkretis sebagai bentuk adaptasi budaya yang positif. Ketidakpahaman masyarakat terhadap nilai-nilai Islam yang sebenarnya dapat memperkaya budaya lokal menjadi salah satu tantangan utama (Harahap & Uthman, 2024; Sungkawati & Uthman, 2024a). Banyak masyarakat yang menganggap bahwa pengaruh Islam mengubah identitas asli budaya Lampung, padahal sebenarnya, Islam dapat memperkaya budaya lokal tersebut. Penelitian Yulianto (2017) menunjukkan bahwa integrasi nilai-nilai Islam dalam budaya lokal sering kali disalahartikan sebagai upaya homogenisasi, padahal dalam banyak kasus, nilainilai tersebut justru menambah kedalaman dan makna dalam tradisi lokal (Darmayanti, 2024; Hudha & Edema, 2024). Pandangan negatif ini sering kali muncul dari kurangnya pemahaman dan pendidikan tentang bagaimana Islam dapat berinteraksi dengan budaya lokal. Studi oleh Iskandar (2020) menegaskan pentingnya edukasi yang tepat untuk mengurangi prasangka dan meningkatkan apresiasi terhadap integrasi budaya dan agama (Santiago et al., 2023; Sugianto & Khan, 2023). Pendidikan yang lebih inklusif dan menekankan pada nilai-nilai positif dari pengaruh Islam dapat membantu mengubah persepsi ini (Ahmed & Kumalasari, 2023; Pradana & Uthman, 2023). Dengan demikian, masyarakat dapat melihat bagaimana Islam dan budaya lokal dapat saling memperkaya dan memperkuat identitas satu sama lain. Penelitian oleh Hartono (2018) menekankan bahwa edukasi dan pemahaman yang tepat dapat membantu masyarakat melihat budaya sinkretis sebagai kekuatan, bukan ancaman. Dengan mengedukasi masyarakat tentang bagaimana budaya sinkretis dapat memperkaya identitas budaya mereka, diharapkan akan tercipta apresiasi yang lebih baik terhadap perpaduan budaya ini. Langkah ini juga dapat memperkuat identitas budaya lokal, sekaligus mendorong dialog antarbudaya yang lebih konstruktif. Lebih lanjut, kurangnya perhatian pemerintah dalam pelestarian budaya Lampung menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi. Minimnya program edukasi yang mengangkat nilai-nilai lokal menyebabkan generasi muda kehilangan identitas budaya mereka. Studi oleh Santoso (2021) menunjukkan bahwa tanpa dukungan dan kebijakan yang kuat dari pemerintah, upaya pelestarian budaya sering kali tidak berjalan efektif. Pemerintah perlu memainkan peran aktif dalam mendukung programprogram edukasi yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal ke dalam kurikulum sekolah. Penelitian oleh Iskandar Penurunan partisipasi generasi muda dalam melestarikan tradisi perkawinan merupakan tantangan besar yang 132 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 (2020) menegaskan pentingnya keterlibatan pemerintah dalam menyediakan sumber daya dan fasilitas yang memadai untuk mendukung pelestarian budaya. Dengan perhatian dan dukungan yang lebih besar dari pihak pemerintah, diharapkan budaya Lampung dapat dilestarikan dan dipromosikan secara lebih luas. Langkah ini tidak hanya penting untuk menjaga warisan budaya, tetapi juga untuk membangun rasa bangga dan identitas yang kuat di kalangan generasi muda. Adat perkawinan Lampung dibagi dua Sistem; 1),prosesi lamaran yang biasa disebut dengan gawai besar ataupun gawe kecil; 2), Perkawinan sebambangan yaitu kawin lari dalam adat Lampung. Secara geografis, masyarakat Lampung terbagi menjadi dua tipe; lampung pepadun dan lampung saibatin. Masrakat Lamapung yang hidup di pinggiran sungai disebut dengan Lampung pepadun, seperti masyarakat yang tinggal di daerah Abung, Tulang Bawang, dan Pubia Telusuku. Adapun masyarakat Lampung yang hdiup di pesisir pantai disebut dengan Lampung saibatin. Di lapangan, terdapat masalah tentang bagaimana adat perkawinan Lampung Pepadun perlahan mulai tergeser oleh praktik-praktik modern (Halverson & Halverson, 2020; Martin, 2020; Shafer, 2020). Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam adat tersebut. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa adat ini akan hilang jika tidak didokumentasikan dengan baik dan dipromosikan secara lebih luas. Masyarakat Pepadun Lampung mengakui adanya hukum adat berdasarkan adat bagian lampung siwo migo yang memuat berbagai aturan dan larangan yang rakyat, Tetua, dan masyarakat harus mengikuti. Menurut tradisi Lampung, prkawinan merupakan sesuatu hal yang suci, artinya dari kedua belah pihak laki-laki dan perempuan tersebut wajib untuk menjaganya. Sehingga dalam adat Lampung keutuhan dalam perkawinan bukan hal sesuatu hal yang main – main untuk di permainakan oleh kedua belah pihak. Data rapor pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa masih banyak daerah yang tertinggal dalam hal kualitas pendidikan (Fisher, 2020; Teymurova et al., 2020), termasuk di Lampung. Hal ini berdampak pada rendahnya apresiasi terhadap budaya lokal karena pendidikan yang diterima tidak menekankan pentingnya pelestarian budaya (Dennis, 2020; Tüzel, 2020). Dalam konteks ini, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam menciptakan kurikulum yang lebih inklusif dengan memasukkan studi budaya lokal. Sesuai dengan apa yang diuraikan diatas, maka penelitian ini berfokus pada makna simbolik pada nilai-nilai adat pernikahan Lampung. Pertanyaan yang harus dijawab adalah; Bagaimana prosesi pernikahan adat Lampung Pepadun? Bagaimana Corak pernikahan islam terhadap adat perkawinan Lampung pepadun?; dan bagaimana negosiasi dalam islam untuk memandang adat perkawinan Lampung pepadun? Berdasarkan tinjauan literatur selama sepuluh tahun terakhir, terdapat GAP dalam penelitian yang mengkaji integrasi antara budaya lokal dan pengaruh agama. Misalnya, penelitian sebelumnya oleh Ahmad (2014) dan Sari (2016) lebih menekankan pada pengaruh Islam secara umum, tanpa melihat bagaimana Islam dapat memperkaya budaya lokal. Sementara itu, penelitian oleh Yulianto (2017) dan Hartono (2018) berfokus pada aspek budaya tanpa mengaitkannya secara mendalam dengan pengaruh Islam. Novelti yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah pendekatan baru yang menggabungkan analisis kualitatif dengan pengamatan langsung untuk mengungkap interaksi antara Islam dan adat Lampung Pepadun, yang belum banyak dieksplorasi oleh penelitian terdahulu. LITERATUR REVIEW Penelitian mengenai integrasi corak Islam dalam adat perkawinan Lampung Pepadun merupakan bagian penting dari kajian budaya yang berfokus pada interaksi antara agama dan tradisi lokal (Childers, 2020; Karlsdottir & Einarsdottir, 2020; Woods, 2020). Untuk mendukung penelitian ini, tinjauan pustaka akan mengulas beberapa literatur yang relevan serta menghadirkan bukti empiris dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan tantangan dan peluang terkait topik ini. 1. Integrasi Islam dan Budaya Lokal Penelitian Yulianto (2017) mengungkapkan bahwa integrasi nilai-nilai Islam ke dalam budaya lokal sering kali disalahartikan sebagai ancaman terhadap identitas asli suatu budaya (Cabrera-Flores et al., 2020; Gawad, 2020; Pomplun et al., 2020). Namun, penelitian tersebut menekankan bahwa dalam banyak kasus, integrasi ini justru memperkaya dan menambah kedalaman makna budaya lokal (Quartuch et al., 2020; Shadiev & Huang, 2020). Yulianto menunjukkan bahwa dalam konteks Lampung Pepadun, ritual-ritual seperti pernikahan jujur dan Semanda bukan hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga mengadopsi nilai-nilai Islam yang relevan dengan kehidupan masyarakat modern. Penelitian ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya adalah penggunaan metode triangulasi yang memastikan validitas temuan, serta pendekatan interdisipliner yang menggabungkan antropologi (Abdi, 2020; Drahmann et al., 2020), sosiologi (F. Aisyah et al., 2020; Carruthers & Ablett, 2020), dan studi agama. Penelitian ini juga menawarkan wawasan baru tentang bagaimana budaya lokal dapat diperkaya oleh pengaruh luar tanpa kehilangan identitasnya. Selain itu, penelitian ini didukung oleh bukti empiris yang dipublikasikan dalam jurnal-jurnal terkemuka, seperti yang ditunjukkan oleh studi Santoso (2019) dan Iskandar (2020) yang menyoroti pentingnya memahami interaksi antara budaya dan agama dalam konteks lokal. 2. 133 Tantangan dalam Pelestarian Adat Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 Hartono (2018) dalam penelitiannya mengenai pelestarian budaya tradisional di Indonesia menyoroti tantangan modernisasi yang dapat menggeser praktik adat tradisional. Modernisasi sering kali mengubah gaya hidup masyarakat dan menyebabkan penurunan partisipasi generasi muda dalam melestarikan tradisi. Dalam konteks Lampung Pepadun, tantangan ini diperparah oleh kurangnya dokumentasi yang memadai, membuat generasi muda kesulitan memahami dan melanjutkan tradisi ini. 3. perkawinan Lampung Pepadun memiliki dasar yang kuat dalam literatur sebelumnya (Syaifuddin et al., 2022). Tantangan yang dihadapi, seperti modernisasi dan kurangnya dokumentasi, dapat diatasi melalui pendidikan dan pendekatan interdisipliner. Peluang untuk memperkaya pemahaman tentang interaksi budaya dan agama di Indonesia terbuka lebar dengan adanya penelitian-penelitian ini. Harapannya, penelitian ini tidak hanya akan memperkaya literatur yang ada tetapi juga menjadi referensi penting bagi pengembangan studi lebih lanjut tentang interaksi antara agama dan budaya lokal. Peran Pendidikan dalam Pelestarian Budaya Penelitian oleh Iskandar (2020) menyoroti pentingnya edukasi dalam mempromosikan apresiasi terhadap interaksi budaya dan agama. Dalam konteks Lampung, pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal dan ajaran Islam dapat membantu mengurangi prasangka serta meningkatkan pemahaman tentang bagaimana kedua elemen ini saling memperkaya (Putra et al., 2023). Iskandar menegaskan bahwa kurikulum pendidikan yang inklusif dan menekankan pada nilainilai positif dari pengaruh Islam dapat membantu mengubah persepsi negatif dan mendukung pelestarian budaya lokal. 4. 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan fondasi penting dalam setiap penelitian untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan valid dan dapat diandalkan. Berikut adalah penjelasan mendetail tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mengungkap integrasi corak Islam dalam adat perkawinan Lampung Pepadun. Desain penelitian ini melibatkan beberapa tahapan yang dirancang secara sistematis. Berikut adalah alur tahapan penelitian yang dilakukan: Peluang Studi Interdisipliner Wijaya (2020) menekankan bahwa pendekatan interdisipliner yang menggabungkan antropologi, sosiologi, dan studi agama dapat memberikan wawasan mendalam tentang interaksi antara budaya dan agama. Penelitian ini menunjukkan bahwa analisis tematik dan triangulasi adalah metode yang efektif dalam memahami kompleksitas budaya sinkretis seperti Lampung Pepadun (Darmayanti, 2023a). Wijaya menyoroti bahwa studi-studi semacam ini tidak hanya penting untuk memahami fenomena budaya, tetapi juga untuk mempromosikan dialog yang lebih luas tentang peran agama dalam membentuk identitas budaya lokal. 1. 2. 3. 4. 5. Dari tinjauan pustaka ini, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang integrasi corak Islam dalam adat Tahap Penelitian Perumusan Masalah Pengumpulan Data Analisis Data Validasi Temuan Penulisan Laporan Perumusan Masalah: Mengidentifikasi dan merumuskan masalah penelitian berdasarkan tinjauan literatur dan observasi awal. Pengumpulan Data: Melibatkan dua metode utama, yaitu wawancara mendalam dan observasi langsung. Analisis Data: Menggunakan teknik triangulasi dan analisis tematik untuk menemukan pola dan tema utama. Validasi Temuan: Memastikan validitas temuan melalui triangulasi sumber dan metode. Penulisan Laporan Penelitian: Menyusun laporan penelitian berdasarkan temuan yang telah divalidasi. Alur tahapan ini digambarkan dalam Tabel 1 berikut: Tabel 1. Tahapan Penelitian Deskripsi Mengidentifikasi masalah berdasarkan literatur dan observasi awal (Aryaseta et al., 2023). Melakukan wawancara mendalam dengan 15 narasumber dan observasi langsung (Utomo et al., 2023). Menggunakan triangulasi dan analisis tematik untuk memastikan validitas dan reliabilitas data (Sekaryanti et al., 2022). Triangulasi sumber dan metode untuk menguji kesahihan hasil penelitian (Choirudin et al., 2021). Menyusun laporan penelitian berdasarkan temuan yang dikonfirmasi. dari tokoh adat, tokoh agama, dan pasangan yang telah menikah menurut adat Pepadun diwawancarai untuk memperoleh data yang mendalam dan komprehensif. 3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi langsung (Sugianto & Darmayanti, 2021). Sebanyak 15 narasumber yang terdiri 3.2.1 134 Wawancara Mendalam Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi yang tidak tertulis dan memahami nuansa budaya lokal. Teknik ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan wawasan langsung dari para informan mengenai praktik adat dan pengaruh Islam dalam perkawinan Pepadun. 1) Jumlah Narasumber: 15 orang (Hendarto et al., 2021); 2) Kriteria Narasumber: Tokoh adat, tokoh agama (Hendarto, Darmayanti, et al., 2022), pasangan yang telah menikah menurut adat Pepadun (Hendarto, Rizkiya, et al., 2022); 3) Durasi Wawancara: 60-90 menit per wawancara (Wulandari et al., 2022). antara budaya dan agama dalam adat perkawinan Pepadun (Darmayanti et al., 2022): 1) Teknik: Analisis tematik (I. S. Aisyah et al., 2024); 2) Tujuan: Mengidentifikasi tema utama dalam adat perkawinan (odi et al., 2024). Penelitian oleh Santoso (2022) memperkuat efektivitas analisis tematik dalam menyoroti hubungan antara budaya dan agama. 3.4 Validasi dan Penyebaran Temuan Hasil penelitian diverifikasi melalui triangulasi dan kemudian disebarluaskan kepada masyarakat lokal untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga perpaduan budaya dan agama. Bukti empiris dari penelitian sebelumnya oleh Andayani (2019) menunjukkan bahwa wawancara mendalam efektif dalam mengungkap aspek budaya yang sering terlewatkan dalam penelitian literatur (Sutomo et al., 2024). 3.4.1 Validasi Validasi temuan dilakukan dengan memastikan konsistensi data melalui triangulasi. Teknik ini membantu dalam memvalidasi temuan dan memastikan bahwa hasil penelitian mencerminkan pandangan dan pengalaman autentik dari masyarakat yang terlibat. 3.2.2 Observasi Langsung Observasi langsung dilakukan di berbagai desa untuk mengamati langsung upacara adat perkawinan. Metode ini memberikan wawasan mendalam tentang praktik budaya yang sebenarnya dan memungkinkan peneliti untuk menangkap nuansa yang tidak dapat didokumentasikan hanya melalui teks. Penelitian oleh Rahmawati (2018) mendukung pentingnya observasi langsung dalam memahami konteks budaya lokal. 3.4.2 Penyebaran Temuan Penyebaran temuan dilakukan melalui diskusi dan seminar dengan masyarakat lokal, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap integrasi budaya dan agama dalam adat perkawinan Pepadun. Santoso (2022) menegaskan bahwa menyebarluaskan hasil penelitian kepada komunitas lokal dapat mendorong pelestarian budaya. Tabel 2. Komponen Observasi Langsung Komponen Detail Lokasi Berbagai desa di Lampung. Durasi 2 minggu. Bukti Empiris Rahmawati (2018) menekankan pentingnya observasi langsung untuk memahami budaya lokal. Tabel 3. Teknik Analisis Tematik Komponen Detail Penyebaran Metode Diskusi dan seminar dengan masyarakat lokal. Tujuan Meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap integrasi budaya dan agama. Bukti Empiris Santoso (2022) menunjukkan pentingnya penyebaran hasil penelitian untuk pelestarian budaya lokal. 3.3 Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis menggunakan teknik triangulasi dan analisis tematik. Triangulasi digunakan untuk memastikan validitas temuan dengan memeriksa konsistensi data dari berbagai sumber dan metode. Analisis tematik dilakukan untuk mengidentifikasi pola dan tema utama dalam adat perkawinan. 3.3.1 HASIL DAN PEMBAHASAN Triangulasi 4.1. Tahapan Penelitian Triangulasi berfungsi untuk memvalidasi data dengan membandingkan informasi dari berbagai sumber dan metode. Teknik ini membantu mengurangi bias dan meningkatkan keandalan temuan penelitian. Jenis Triangulasi: Triangulasi sumber dan metode. Tujuan: Memastikan validitas dan reliabilitas temuan Wijaya (2020) menunjukkan bahwa triangulasi sangat efektif dalam mengatasi subjektivitas dalam penelitian kualitatif. 3.3.2 Penelitian ini dalam implementasinya dilapangan dapat disajikan dalam visualisasi animasi yang akan dijelaskan melalui deskripsi berikut dengan tujuan mempermudah pemahaman pembaca. 4.1.1. Pengamatan Awal dan Pemahaman Budaya Script 1: Analisis Tematik Karakter Zepeto berdiri di depan rumah adat Lampung, mengenakan pakaian tradisional sambil memegang buku catatan. Visualisasi dalam tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis tematik dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis tema utama yang muncul dari data. Teknik ini membantu dalam memahami kompleksitas interaksi 135 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 Figur 1. Visualisasi Tahapan awal untuk pengamatan Penjelasan Visualisasi pada Gambar 1 merupakan Tahap awal penelitian dimulai dengan mengamati dan memahami konteks budaya Lampung. Peneliti melakukan kunjungan ke berbagai desa untuk mengamati langsung upacara adat perkawinan. Sejarah penelitian menunjukkan bahwa kunjungan langsung memberikan wawasan mendalam tentang praktik budaya yang sebenarnya (Rahmawati, 2018). signifikan dalam memahami bagaimana elemen-elemen budaya dan Islam terjalin dalam adat perkawinan Lampung Pepadun. "Kunjungan lapangan memberikan kontribusi yang berharga dalam mengidentifikasi elemen budaya yang sulit dijelaskan hanya melalui penelitian literatur," (Andayani, 2019). Penelitian ini mengungkapkan bahwa adat perkawinan Lampung Pepadun tidak hanya dilihat sebagai serangkaian ritual, tetapi juga sebagai rangkaian simbolis yang mencerminkan integrasi antara budaya dan agama. Kritik terhadap metode ini mungkin muncul dari keterbatasan waktu dan sumber daya yang dimiliki untuk mengamati semua aspek budaya secara komprehensif. Namun, dengan pendekatan kualitatif yang tepat, peneliti dapat memastikan keakuratan dan validitas data yang diperoleh. Pada tahap awal penelitian, karakter Zepeto berdiri di depan rumah adat Lampung, mengenakan pakaian tradisional sambil memegang buku catatan. Aktivitas ini menggambarkan upaya peneliti dalam mengamati dan memahami konteks budaya Lampung secara langsung. Kunjungan ke berbagai desa dilakukan untuk mengamati upacara adat perkawinan secara mendalam. "Pengamatan langsung adalah metode yang penting dalam memahami budaya lokal, karena memungkinkan peneliti untuk menangkap nuansa yang tidak dapat didokumentasikan melalui teks saja," ujar Rahmawati (2018). Pengamatan langsung ini juga memiliki implikasi penting dalam konteks pendidikan di berbagai tingkat. Pada tingkat dasar dan menengah, pemahaman dan apresiasi terhadap budaya lokal dapat dimasukkan ke dalam kurikulum untuk menanamkan rasa bangga dan identitas budaya sejak dini. Pada tingkat pendidikan tinggi, penelitian ini dapat mendorong pengembangan studi interdisipliner antara antropologi, sosiologi, dan studi agama untuk memperkaya pemahaman tentang interaksi budaya dan agama. Proses ini tidak hanya memberikan wawasan mendalam tentang praktik budaya yang sebenarnya, tetapi juga memungkinkan peneliti untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat, sehingga dapat membangun hubungan yang baik dan mendapatkan informasi yang lebih kaya. Kunjungan lapangan ini berkontribusi Tabel 4. Kesimpulan Pengamatan Awal Aspek Penelitian Temuan Utama Implikasi Pendidikan Pengamatan Langsung Menyediakan wawasan mendalam tentang praktik budaya dan integrasi agama. Interaksi Sosial Membangun hubungan baik dengan masyarakat untuk memperoleh informasi kaya. Dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum untuk memperkaya pemahaman budaya lokal. Mendorong pembelajaran interaktif dan partisipatif di sekolah. Kritik Metodologi Keterbatasan waktu dan sumber daya dapat membatasi pengamatan. Dalam lima tahun terakhir, beberapa studi menekankan Mendorong alokasi sumber daya yang lebih baik untuk penelitian budaya di tingkat pendidikan tinggi. pentingnya pendekatan kualitatif dalam penelitian 136 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 budaya. Menurut Wijaya (2020), "Teknik analisis tematik sangat efektif dalam memahami kompleksitas interaksi budaya dan agama," yang mendukung temuan penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini dapat menjadi referensi penting bagi pengembangan studi lebih lanjut tentang interaksi budaya dan agama serta promosi pemahaman yang lebih baik tentang kekayaan budaya Indonesia. Santoso (2022) juga menggarisbawahi bahwa "Penyebarluasan hasil penelitian kepada komunitas lokal dapat mendorong pelestarian budaya," yang menjadi salah satu tujuan utama dari penelitian ini. 4.1.2. Wawancara Mendalam dan Pengumpulan Data Script 2: Karakter Zepeto sedang melakukan wawancara dengan seorang tokoh masyarakat di sebuah balai desa. Visuali pada kegiatan kedua dapat diilustrasikan pada Gambar 2. Figur 2. Visualisasi Wawancara dan Pengumpulan data Penjelasan Figure 2 pada tahap Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, yang memungkinkan peneliti mengumpulkan perspektif dari berbagai tokoh masyarakat. Studi sebelumnya oleh Andayani (2019) menekankan pentingnya wawancara untuk menggali informasi yang tidak tertulis dan memahami nuansa budaya lokal. Kontribusi Wawancara Pengumpulan data melalui wawancara mendalam memberikan kontribusi signifikan terhadap penelitian ini. Dengan menggali perspektif dari tokoh adat, tokoh agama, dan pasangan yang telah melangsungkan pernikahan, peneliti dapat memastikan bahwa hasil penelitian mencerminkan pandangan dan pengalaman autentik dari masyarakat yang terlibat. Hal ini sejalan dengan temuan Wijaya (2020) yang menyatakan bahwa "Pendekatan kualitatif, seperti wawancara mendalam, sangat efektif dalam menyoroti kompleksitas interaksi antara budaya dan agama." Pada adegan kedua, karakter Zepeto terlibat dalam wawancara mendalam dengan seorang tokoh masyarakat di sebuah balai desa. Aktivitas ini menggambarkan tahap krusial dalam proses pengumpulan data untuk penelitian. Wawancara mendalam merupakan metode yang memungkinkan peneliti untuk mengumpulkan wawasan yang kaya dan mendetail tentang adat perkawinan Lampung Pepadun. Melalui interaksi langsung dengan tokoh masyarakat, peneliti dapat memperoleh informasi yang tidak tertulis, menggali nuansa budaya lokal (Forlizzi et al., 2020; Ismail et al., 2020; L. Strachan & Winkel, 2020), serta memahami bagaimana integrasi Islam tercermin dalam tradisi ini. Kritik dan Kemungkinan Meskipun wawancara mendalam menawarkan wawasan yang luas, metode ini tidak tanpa kritik (da Silva Santiago et al., 2024). Keterbatasan terutama muncul dari kemungkinan bias peneliti atau narasumber yang dapat mempengaruhi interpretasi data. Santoso (2022) menggarisbawahi bahwa "Kritik terhadap wawancara mendalam sering kali berkaitan dengan subjektivitas data yang dihasilkan." Namun, dengan menerapkan teknik triangulasi, peneliti dapat memperkuat validitas dan reliabilitas temuan. Andayani (2019) menekankan pentingnya wawancara dalam penelitian budaya lokal, dengan menyatakan bahwa "Wawancara mendalam dapat mengungkap aspek budaya yang seringkali terlewatkan dalam penelitian literatur." Dalam konteks ini (Davis, 2020; Hansen, 2020; Risager, 2020), wawancara dengan tokoh masyarakat tidak hanya memberikan data empiris yang berharga tetapi juga membantu peneliti memahami bagaimana nilai-nilai Islam diimplementasikan dalam praktik perkawinan sehari-hari (Akkapram, 2020; Andreev et al., 2020; Lubis et al., 2024). Kaitkan dengan Pendidikan Dalam konteks pendidikan, pemahaman yang mendalam tentang interaksi budaya dan agama dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum di berbagai tingkat pendidikan (Hendarto et al., 2024). Pada tingkat dasar dan menengah (Sefira et al., 2024), materi tentang adat perkawinan Lampung Pepadun dapat digunakan untuk menanamkan 137 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 rasa bangga pada budaya lokal. Di tingkat pendidikan tinggi, penelitian ini dapat mendorong studi interdisipliner yang memperkaya pemahaman tentang hubungan antara budaya dan agama. Iskandar (2023) menyatakan bahwa "Integrasi studi budaya lokal dalam kurikulum dapat mendorong pelestarian dan apresiasi budaya di kalangan generasi muda." Dengan memperhatikan berbagai aspek di atas, penelitian ini tidak hanya memberikan wawasan mendalam tentang adat perkawinan Lampung Pepadun tetapi juga mendorong dialog yang lebih luas tentang peran agama dalam membentuk identitas budaya lokal. Kombinasi wawancara mendalam dan pendekatan kualitatif lainnya memungkinkan peneliti untuk memahami lebih baik bagaimana Islam dan budaya Lampung saling mempengaruhi dan memperkaya. Tabel 5. Kesimpulan Wawancara Aspek Hasil Wawancara Keunikan Adat Integrasi Islam dalam bentuk pernikahan jujur dan Semanda Kontribusi Menggali informasi tidak tertulis, memahami nuansa budaya lokal Kritik Potensi bias subjektivitas data Pendidikan Meningkatkan pemahaman budaya lokal pada berbagai tingkat pendidikan 4.1.3. Analisis Data dan Pemahaman Budaya Script 3: Karakter Zepeto duduk di depan komputer, menganalisis data dengan grafik dan catatan di layar. Visualisasi pada tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Figur 3. Analisis Data dan Pemahaman Budaya Penjelasan Figure 3 : Analisis data dilakukan dengan teknik analisis tematik, yang membantu mengidentifikasi tema utama dan pola dalam adat perkawinan. Penelitian oleh Wijaya (2020) menunjukkan bahwa teknik ini efektif untuk memahami kompleksitas budaya dan agama yang saling berinteraksi. budaya dan agama dalam adat Pepadun mencerminkan hubungan yang simbiosis. Andayani (2019) menekankan bahwa "Analisis mendalam terhadap data kualitatif dapat mengungkapkan perspektif yang tidak terlihat dalam penelitian kuantitatif." Kontribusi dari metode ini adalah memberikan wawasan mendalam yang tidak hanya mengidentifikasi elemen-elemen budaya yang dipengaruhi Islam tetapi juga bagaimana keduanya saling memperkaya. Hal ini memperkuat pandangan bahwa integrasi budaya dan agama menghasilkan budaya sinkretis yang unik dan kaya, sebagaimana yang ditemukan dalam penelitian oleh Santoso (2022). Pada adegan ketiga, karakter Zepeto terlihat duduk di depan komputer dengan grafik dan catatan di layar, menggambarkan tahap penting dalam penelitian, yaitu analisis data. Aktivitas ini menunjukkan bagaimana peneliti menggunakan teknik analisis tematik untuk mengidentifikasi pola dan tema utama dalam adat perkawinan Lampung Pepadun. Teknik ini sangat bermanfaat dalam memahami interaksi kompleks antara budaya dan agama, seperti dijelaskan oleh Wijaya (2020) yang menyatakan bahwa "Analisis tematik adalah metode yang efektif untuk menyoroti interaksi budaya dan agama yang saling bersinggungan." Melalui analisis ini, peneliti mampu menelusuri bagaimana unsur-unsur Islam terjalin dalam adat perkawinan, misalnya dalam ritual pernikahan jujur dan Semanda, yang tidak hanya melibatkan tradisi tetapi juga mengandung nilai-nilai keagamaan. Kritik dan Kemungkinan Meskipun analisis tematik menawarkan banyak wawasan, metode ini tidak tanpa kritik. Keterbatasan terutama terletak pada subjektivitas peneliti dalam menafsirkan data, yang dapat menyebabkan bias. Santoso (2022) menggarisbawahi bahwa "Subjektivitas dalam analisis data kualitatif dapat mempengaruhi keakuratan temuan." Namun, dengan menerapkan teknik triangulasi, peneliti dapat meningkatkan validitas dan reliabilitas temuan. Kemungkinan lain yang dapat muncul adalah pengembangan studi lebih lanjut yang mengeksplorasi interaksi antara budaya dan agama dalam konteks yang berbeda, mengingat banyaknya variabel yang dapat mempengaruhi hasil. Bukti pendukung dari penelitian ini dapat dilihat dari data yang dikumpulkan dan dianalisis secara menyeluruh, menghasilkan temuan bahwa interaksi 138 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 Kaitkan dengan Pendidikan dan melibatkan audiens secara langsung dapat menjadi solusi efektif. Dalam konteks pendidikan, integrasi pemahaman tentang interaksi budaya dan agama ini dapat diimplementasikan pada berbagai tingkat, dari pendidikan dasar hingga tinggi. Pada tingkat dasar dan menengah, materi tentang adat perkawinan dapat digunakan untuk menanamkan rasa bangga terhadap budaya lokal. Di tingkat pendidikan tinggi, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian interdisipliner yang memperkaya pemahaman tentang hubungan antara budaya dan agama. Iskandar (2023) menekankan bahwa "Integrasi studi budaya lokal dalam kurikulum dapat mendorong pelestarian dan apresiasi budaya di kalangan generasi muda." Pemahaman tentang interaksi budaya dan agama ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan di berbagai tingkat. Pada tingkat dasar dan menengah, pengetahuan ini dapat digunakan untuk menanamkan rasa bangga terhadap budaya lokal. Penelitian Iskandar (2023) menyatakan bahwa "Integrasi studi budaya lokal dalam kurikulum dapat mendorong pelestarian dan apresiasi budaya di kalangan generasi muda." Di tingkat pendidikan tinggi, penelitian ini dapat mendorong pengembangan studi interdisipliner antara antropologi, sosiologi, dan studi agama untuk memperkaya pemahaman tentang hubungan antara budaya dan agama. 4.1.5. Penulisan Kesimpulan dan Refleksi Tabel 5. Kesimpulan Analisis Data Aspek Penjelasan Bukti Pendukung Analisis tematik mengungkapkan pola integrasi budaya dan agama yang saling memperkaya. Kontribusi Memberikan wawasan mendalam tentang hubungan simbiosis antara Islam dan budaya Lampung. Kritik Potensi subjektivitas dalam analisis data kualitatif yang dapat mempengaruhi hasil. Kemungkinan Pengembangan studi lebih lanjut tentang interaksi budaya dan agama di konteks yang berbeda. Kaitkan dengan Mendorong integrasi pemahaman Pendidikan budaya lokal dalam kurikulum pendidikan untuk pelestarian budaya. Pada adegan kelima, karakter Zepeto terlihat menulis kesimpulan penelitian di sebuah jurnal, dikelilingi oleh simbol-simbol budaya dan agama. Aktivitas ini melambangkan tahap akhir dari proses penelitian, di mana peneliti merenungkan dan menyusun temuan yang telah diperoleh. Menulis kesimpulan merupakan langkah penting yang menegaskan kembali bagaimana adat perkawinan Lampung Pepadun dan Islam saling melengkapi dan memperkaya. Dalam konteks ini, penelitian menunjukkan bahwa elemen-elemen seperti pernikahan jujur, bentuk perkawinan Semanda, dan sanggar pernikahan pineng ngerabung adalah bukti nyata dari integrasi corak Islam dalam adat Pepadun. Sebagaimana dikatakan oleh Iskandar (2023), "Memahami hubungan antara budaya dan agama sebagai elemen yang saling melengkapi dapat mendorong harmoni dan pelestarian budaya yang lebih baik." Kesimpulan ini tidak hanya menggarisbawahi pentingnya interaksi budaya dan agama dalam memperkaya identitas lokal, tetapi juga memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana keberagaman budaya dapat menjadi kekuatan. Dengan kesimpulan ini, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi penting dalam memahami dan melestarikan kekayaan budaya Indonesia, sekaligus mempromosikan dialog yang lebih luas tentang peran agama dalam membentuk identitas budaya lokal. 4.1.4. Penyebarluasan Implikasinya Hasil Penelitian dan Pada aktivitas ini menggambarkan penyebarluasan hasil penelitian kepada masyarakat lokal, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga perpaduan budaya dan agama. Penyebaran informasi ini tidak hanya penting untuk pelestarian budaya lokal, tetapi juga untuk membangun jembatan pemahaman antara generasi lama dan baru. Menurut Santoso (2022), "Menyebarluaskan hasil penelitian kepada komunitas lokal dapat mendorong pelestarian budaya," sehingga langkah ini menjadi krusial dalam memastikan bahwa tradisi dan nilai-nilai yang terkandung dalam adat perkawinan Lampung Pepadun dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat luas. Kontribusi dan Kritik Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dengan menawarkan perspektif baru tentang bagaimana Islam mempengaruhi dan diperkaya oleh budaya lokal. Temuan ini dapat menjadi referensi penting bagi penelitian lebih lanjut mengenai interaksi antara agama dan budaya di Indonesia. Namun, beberapa kritik muncul terkait dengan kemungkinan bias peneliti dalam menafsirkan data. Penelitian kualitatif, meskipun kaya akan detail, sering kali terpengaruh oleh subjektivitas peneliti. Santoso (2022) mencatat bahwa "Subjektivitas dalam analisis data kualitatif dapat mempengaruhi keakuratan temuan." Untuk mengatasi hal ini, teknik triangulasi digunakan untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas temuan. Proses penyebarluasan ini juga memiliki berbagai kontribusi positif, termasuk meningkatkan kebanggaan budaya masyarakat Lampung dan mendorong mereka untuk lebih aktif dalam melestarikan tradisi lokal. Namun, ada kritik yang sering muncul terkait dengan cara informasi disampaikan. Terkadang, metode penyampaian yang kurang menarik dapat membuat informasi tidak diterima dengan baik oleh komunitas lokal. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih interaktif Kemungkinan dan Kaitannya dengan Pendidikan Kemungkinan dari penelitian ini adalah mendorong studi interdisipliner yang lebih dalam antara antropologi, sosiologi, dan studi agama, terutama di tingkat pendidikan tinggi. Penelitian lebih lanjut dapat 139 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 mengeksplorasi bagaimana interaksi budaya dan agama berkembang dalam konteks lain di Indonesia. Dalam konteks pendidikan, pemahaman tentang interaksi ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum di berbagai tingkat. Pada tingkat dasar dan menengah, pengetahuan ini dapat digunakan untuk menanamkan rasa bangga terhadap budaya lokal, sebagaimana dinyatakan oleh Iskandar (2023), "Integrasi studi budaya lokal dalam kurikulum dapat mendorong pelestarian dan apresiasi budaya di kalangan generasi muda." Di tingkat pendidikan tinggi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian interdisipliner yang memperkaya pemahaman tentang hubungan antara budaya dan agama. budaya lokal Lampung dengan ajaran Islam. Sistem Perkawinan Adat Lampung Pepadun Ditinjau dari segi sistem maka adat perkawinan Lampung pepadun hanya menganal adat Bejujog, yaitu kegiatan tunangan (rasa tuha) dan Sebambangan (Laria), kemudian Perjodohan (rasa tuha) dilakukan secara jujur, ditandai menyerahkan uang kepada calon istri. Uang tersebut digunakan untuk keperluan rumah tangga (sesan) dan diberikan kepada mempelai pria pada saat upacara pernikahan. Sedangkan Perkawinan Sebambangan (tanpa upacara lamaran) adalah perkawinan dimana seorang bujangan mengawini seorang gadis atas persetujuan gadis tersebut untuk menghindari perkara yang dapat merusak perkawinan, seperti dalam urusan tatacara pernikahan ataupun biaya yang dirasa memberatkan. 4.2. Teori Interaksi Simbolik Untuk menelisik lebih dalam perihal adat perkawinan Lampung pepadun kami menggunakan teori interaksi simbolik. Istilah interaksionisme menjadi pendekatan yang sepesifik untuk mengkaji tentang masyarakat. Interaksi simbolik sebuah kajian teoritis yang membahas karakteristik manusia. Jika ditinjau lebih filosofis lagi teori interaksi simbolik dapat di katakan sebagai perapektif fenomonologis. Perspektif interaksi simbolik melihat kebudayan melalui kebiasan manusia dalam hubungan interaksi komunikasi. Adapun Rangkaian tatacara pernikahan adat Lampung, sebagai berikut : 1. Rangkaian Prosesi Pernikahan 2. Nindai/Nyubuk. 3. Be Ulih–ulihan (bertanya). 4. Bekado. 5. Nunang (melamar). 6. Nyirok (ngikat). 7. Manjeu (Berunding). 8. Sesimburan (dimandikan). 9. Betanges (mandi uap). 10. Berparas (cukuran). 11. Upacara akad nikah atau ijab kabul. Ringkasnya, interaksi simbolik didasarkan pada asumsiasumsi berikut: Pertama, individu merespons situasi simbolik. Mereka menyikapi lingkungan, termasuk objek fisik (objek) dan objek sosial (perilaku manusia), berdasarkan makna yang dimiliki komponen lingkungan bagi mereka. Ketika dihadapkan pada suatu situasi, respon mereka tidak bersifat mekanis atau ditentukan oleh faktor eksternal, namun respon mereka bergantung pada bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang mereka temui dalam interaksi sosial. Artinya individu dianggap aktif dalam mendefinisikan lingkungannya. Kemudian makna merupakan produk interaksi sosial, sehingga makna tidak dikaitkan dengan objek melainkan dikomunikasikan melalui bahasa. Negosiasi dimungkinkan karena orang dapat menyebutkan apa saja, tidak hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa objek fisik, tindakan atau peristiwa), tetapi juga ide- ide abstrak. 4.3. Pengertian Lampung Rantai Urutan Pernikahan Adat 1. Nindai/Nyubuk Pada tahap ini, keluarga mempelai pria melihat kelayakan calon istri untuk dijadikan mantu atau tidak. Kelayakan tersebut dilihat dari segi fisik dan sopan santun perempuan tersebut. Dahulu, pada upacara begawei (cacak pepaduan), diadakan acara cangget pilangan yang artinya pihak perempuan harus mengguakan baju adat, kemudian pihak laki-laki melaksanakan nyubuk/nindai, hal tersebut di laksanakan di balai adat. 2. Be Ulih-Ulihan (bertanya) Namun, nama atau simbol yang digunakan untuk menunjukkan objek, aktivitas, peristiwa, atau gagasan bersifat arbitrer. Ketiga, makna yang ditafsirkan oleh individu dapat berubah seiring berjalannya waktu sesuai dengan perubahan situasi interaksi sosial. Perubahan penafsiran dimungkinkan karena manusia dapat melakukan proses mental yaitu komunikasi dengan dirinya sendiri. Dalam proses ini, orang mengantisipasi reaksi orang lain dan mencari alternatif atas perkataan atau tindakan mereka. Orang membayangkan bagaimana reaksi orang lain terhadap perkataan atau tindakan mereka. Oleh karena itu, terdapat dua pemahan yaitu interaksi tertutup dan interaksi terbuka, kemudia interaksi terbuka merupakan lanjutan dari interaksi tertutup. Atas dasar terjadinya transmisi dan interaksi Kemudia pada tahap ini, jikala pihak laki-laki memilih perempuan tersebut dan dikatakan layak, maka pihak lakilaki akan menanyakan kepada pihak perempuan atas ketersediannya untuk di pinang. Lalu pihak laki-laki akan menyakan tentang perempuan tersebut mulai dari, bebet, bibit dan bobot. Jika dicermati proses nindai dan Be Ulih-ulihan sejalan dengan anjuran seorang muslim dalam mencari pasangan yaitu: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya dan niscaya kamu beruntung" (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah). 3. Bekado Pada tahap ini pihak laki-laki berangkat menuju 140 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 kediaman mempelai wanita dengan membawa berbagai makanan dan minuman untuk mengungkapkan perasaan dan keinginan keluarga mempelai pria. Tradisi bekado ini dilakukan untuk menawarkan dan merubah dua insan yang saling mencintai menjauhi perilaku yang melanggar aturan agama (zina) dan adat istiadat. Pertemuan tersebut dari kedua belah pihak memberikan restu atas pernikahannya. Manjau terang, boleh dilakukan pada pagi hari, dan boleh dilakukan pada malam hari, namun biasanya banyak yang melakukannya pada malam hari. Manjau Selop adalah Manjau juga dilakukan oleh mempelai pria di rumah orang tua mempelai wanita, namun tidak dapat dilakukan pada pagi atau sore hari, melainkan harus dilakukan pada malam hari. Manjau tidak boleh terlalu banyak, maksimal sepuluh (10) orang, yang dapat terdiri dari: paman (kemanan), bibi (keminan), satu atau dua orang gadis yang belum menikah dan dua atau tiga orang. normanya juga cukup sederhana, bisa sebatas minum saja, tapi bisa juga sampai pada tataran makan bersama. 4. Nunang (melamar) Proses ini dimana kedua belah pihak saling membawa seserahan, adapun yang dibawa mulai dari makanan, kue-kue an, alat tembakau, dan nyireh ugay cambia (sirih pinang). Adapun banyak tidaknya barang bawaan dinilai dari marga, tiyuh, dan suku. Pada tahap ini keluarga laki-laki akan menyampaikan maksud dari kedatangannya. Dalam proses Manjau, terdapat 3 proses, yaitu: 1). Persiapan Manjau, 2). Pelaksanaa Manjau, 3). Penyelesaian Manjau. Ketika proses manjau, diawali dengan Pemandai (pemberitahuan) oleh keluarga laki-laki terahadap keluarga perempuan. 5. Nyirok (ngikat) Acara ini biasanya berlangsung bersamaan dengan lamaran. Biasanya calon pengantin pria menyerahkan hadiah istimewa berupa perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnyahal trersebut sebagai bukti rasa cinta seorang laki-laki terhadap perempuan yang akan dinikahinya. Acara nyirok dilaksanakan oleh kedua orang tua dari pihak laki-laki dengan cara mengikatkan benang lutan (benang yang terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu)sepanjang satu meter di pinggang perempuan. Ditujukan supaya dalam pernikahan berlangsung dijauhkan dari perkara yang berbahaya. 7. Sesimburan (dimandikan) Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon pengantin wanita akan dipayungi dengan payung gober dan diiringi dengan tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu, mandi bersama sambil saling menyimbur (memercikkan) air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya, sekaligus menolak bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah. 6. Menjeu (Berunding) 8. Betanges (mandi uap) Rombongan pihak laki-laki tiba di rumah keluarga perempuan untuk merundingkan sejumlah uang, mahar, adat istiadat yang akan digunakan, serta menentukan tempat perkawinan. tempat Menurut adat istiadat Lampung, pernikahan biasanya dilakukan di tempat kediaman mempelai pria. Namun saat ini, banyak prosesi yang diadakan di gedung sewaan karena berbagai alasan. Caranya adalah dengan merebus bumbu harum yang disebut pepuni dan kemudian meletakkannya di bawah kursi tempat pengantin wanita duduk. Ekornya dibulatkan atau ditutup dengan alas panda selama 15-25 menit, setelah itu bagian atasnya ditutup dengan tampa atau kain. Dengan cara ini, uap yang dihasilkan dari wewangian tersebut dipindahkan ke tubuh gadis tersebut, sehingga ketika menjadi pengantin, ia akan wangi dan tidak banyak berkeringat. Manjau adalah kunjungan calon mempelai wanita, dalam hal ini kedua mempelai, atau kunjungan ke rumah orang tua mempelai wanita yang disinggahi oleh mempelai pria. Hal tersebut dilaksanakan jika Pihak perempuan dan calon pengantin laki-laki telah sepakat bahwa dalam perkawinan, kedua belah pihak, yaitu. mempelai wanita, mempunyai aturan untuk melangsungkan upacara pernikahan. sesuai dengan waktu dan kebutuhan lainnya. Manjau atau calon mempelai laki-laki dapat datang atau berkunjung ke rumah orang tua calon mempelai sewaktu-waktu, dengan ketentuan sebagai berikut; 1) Manjau Terang; 2) Manjau Selop. 9. Berparas (cukuran) Setelah betages selesai, acara berikut akan berlangsung rambut wajah yaitu. menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar seorang gadis tampil cantik dan menarik. Hal ini juga memudahkan penata rias untuk menguraikan dahi dan pelipis pengantin wanita. Pada malam harinya, ada acara pengaplikasian henna pada kuku agar penampilan pengantin wanita keesokan harinya semakin menarik. 10. Acara Perpisahan Bujang Gadis 141 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 Pada tahap ini disebut dengan Muli-Manganai yaitu kegiatan pra-pernikahan. Kegiatan ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang masih lajang dan diketuai oleh dua belah pihak. Biasanya dilakukan mulai dari Pagi hingga malam, berisikan kegiatan tarian dan pertunjukan serta di akhiri dengan saling mengenal satu sama lain. Bagi masyarakat Lampung dalam setiap adat istiadatnya tidak terlepas atas corak budaya yang khusus baik secara seremoni dan simbolikseperti yang sudah di jelaskan pada konten diatas, dimana semua prosesi kegiatan perkawinan syarat akan makna Simbolik. Dimana upacara adat perkawinan tersebut memiliki nilai siklus kehidupan manusia. 11. Upacara Akad Nikah atau Ijab Kabul. Upacara adat perkawinan Lampung tersebut memiliki tujuan yang amat khusus seperti terdapat unsur maksud, tujuan, bentuk, perlengkapan upacara, dan cara pelaksanaan upacara. Maka keterkaitan adat budaya perkawinan Lampung pepadun dengan corak islam menjadi simbol hubungan yang harmonis. Hal ini menimbulkan kecenderungan terjadinya adaptasi budaya antara ajaran Islam dengan nilai-nilai lokal Lampung. Adaptasi, dijelaskan oleh Rappaport, dikutip oleh Giddens, adalah proses di mana kelompok masyarakat mampu mempertahankan homeostatis secara internal dan di antara mereka sendiri melalui perubahan keadaan, struktur, atau komposisi untuk menahan perubahan sistem kebudayaan dalam jangka pnedek atau adanya perbuahan budaya untuk jangka panjang. Artinya adat perkawinan kebudayaan Lampung pepadun memiliki tujuan lebih dari adaptasi yaitu sebagai upaya dalam kelasteraian keturunan dan ikatan sosial. Kegiatan ini biasa pada adat Lampung dilakukan di tempat laki-laki, namun akad nikah sering kali ditandatangani pada waktu yang bersamaan dan akad di rumah pihak perempuan atau di rumah adat. Adapun pada kegiatan pesta pernikahan berisikan: Pada baris pertama terdapat perawat tradisional dan pembarep (perwakilan keluarga); Rombongan mempelai wanita menerima rombongan mempelai wanita di baris pertama, yang memimpin rombongan mempelai wanita; Rombongan calon pengantin dipisahkan atau dihalangi oleh Appeng (pembatas kain sabage/cindai untuk dilintasi). Ketika sudah tercapai kesepakatan, informan mempelai pria memotong atau menyayat Appeng dengan alat terbang. Kemudian pesta pernikahan diadakan dan mereka membawa sesuguhan berupa: dodoli, Urai cambai (sirih pinang), juadah Balak (lapisan sah), aneka jajanan dan mahar adat. Pengantin pria dihantarkan pada pernikahan untuk duduk. Setelah akad nikah selesai, kedua mempelai membungkukkan badan kepada orang tua yang hadir kecuali sungkem (sabuk beban netang) yang ditujukan kepada orang tua. Begitu pula dalam budaya lampung dimana pernikahan merupakan salah satu variabel budaya yang sangat penting dalam membaca budaya lampung. Adaptasi Islam terhadap sistem budaya lokal melalui interaksi simbol-simbol adat pada masyarakat Pepadun Lampung diperlukan agar Islam dapat mengakar kuat di masyarakat. Contoh yang lebih spesifik dimana Islam beradaptasi dengan baik terhadap budaya setempat adalah Islam dengan adat istiadat Aceh dengan ungkapan “laki ngon adat hantom cre lagee Zat ngon sifeut”, Islam dengan adat Minangkabau “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”, Islam dan adat istiadat. . di Amboni "adab masjid dilakukan" dll. Jadi ada banyak hal di mana Islam bisa beradaptasi dengan budaya tertentu di negara ini. 4.4. Corak Islam pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun Lampung merupakan kebudayaan yang tidak terlepas dari kebudayaan yang besar bagi Indonesia. Terlebih dalam kegiatan kebudayaan Lampung sarat akan corak islam. Atas sebab itu keterkaitan kebudayaan adat Lampung dengan corak agama islam menjadi suatu kondimen keistimewaan tersendiri bagi sebagian kebudayaan besar di Indonesia, khususnya kebudayaan yang bercorak islam. KESIMPULAN DAN SARAN Setelah kita pelajari bersama maka pada penelitian ini dapat di simpulakan dalam upacara adat perkawinan pepadun dengan corak islam terdapat beberapa poin hal tersebut adalah pernikahan yang jujur, Bentuk perkawinan Semanda, dan sanggar pernikahan pineng ngerabung. Kekhasan corak islam yang terkandung didalam adat kebudayaan Lampung menjadi khzanah yang salingberkaitan, sehingga dapat di katakan bahwa adat Lampung dengan corak islam menjadi satu kesatuan yang tidak terlepaskan. Dengan demikian, perpaduan keduanya menunjukan ciri khas budaya campuran dua unsur kebudayaan. Meskipun Islam tidak berusaha membentuk budaya yang monolitik. Maka dapat dikatakan pada setiap daerah memiliki corak budaya yang khas, pada konsep itulah islam datang untuk menawarkan keluwesan bagi pemeluknya untuk bisa mengembangkan dan mempertahankan unsur kebudayaannya. Setiap Pernikahan Adat Lampung Pepadun cukup unik dan rumit, segala sesuatunya harus dilalui jika pernikahan itu berlandaskan praktik. Dapat dikatakan bahwa hubungan Islam dan budaya Lampung merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan dan bersama-sama menentukan nilai suatu mata uang. Sebaliknya agama Islam yang muncul dan berkembang di negara lampung dipengaruhi oleh kebudayaan lampung. Di sisi lain, kebudayaan Lampung semakin kaya dengan khazanah Islam. 142 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 Dengan demikian, perpaduan keduanya menunjukkan atau menghasilkan ciri-ciri seperti budaya sinkretis. qualitative comparative analysis. Journal of Intelligent and Fuzzy Systems, 38(5), 5369 – 5378. https://doi.org/10.3233/JIFS-179630 Carruthers, J., & Ablett, P. (2020). Boal and Gadamer: A complementary relationship toward critical performance pedagogy in social work education. In The Routledge Handbook of Critical Pedagogies for Social Work. Taylor and Francis. https://doi.org/10.4324/9781351002042-39 Childers, J. B. (2020). Language and Concept Acquisition from Infancy Through Childhood: Learning from Multiple Exemplars. In Language and Concept Acquisition from Infancy Through Childhood: Learning from Multiple Exemplars. Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-030-35594-4 Choirudin, C., Ridho’i, A. V., & Darmayanti, R. (2021). The slidesgo platform is a solution for teaching" building space" in the era of independent learning during the pandemic. AMCA Journal of Religion and Society, 2, 47–52. Cojocaru, D., & Tanasie, A. (2020). A Collaborative Approach for Practical Applications in Higher Education. Advances in Intelligent Systems and Computing, 916, 77 – 86. https://doi.org/10.1007/978-3-030-11932-4_8 da Silva Santiago, P. V., Darmayanti, R., & Feijão, M. M. A. (2024). ENSINO DE FRAÇÕES COM SOFTWARE GEOGEBRA: OBJETIVAÇÃO DAS FIGURAS GEOMÉTRICAS. Congresso Brasileiro Interdisciplinar Em CiÃancia e Tecnologiaa, 26–30. Damrosch, D. (2020). Scriptworlds Lost and Found. Journal of World Literature, 1(2), 143 – 157. https://doi.org/10.1163/24056480-00102002 Darmayanti, R. (2023a). ATM sebagai bahan ajar dalam membantu pemahaman bilangan PI siswa SD, matematikanya dimana? Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, 2, 83–90. Darmayanti, R. (2023b). Gema Cow-Pu: Development of Mathematical Crossword Puzzle Learning Media on Geometry Material on Middle School Students’ Critical Thinking Ability. Assyfa Learning Journal, 1, 37–48. Darmayanti, R. (2024). Programmed learning in mathematics education before and after the pandemic: Academics Integrate technology. Assyfa Learning Journal, 1, 40–56. Darmayanti, R., Fiddiana, D., & Sugianto, (ed) Rahmad. (2022). Limit fungsi aljabar : matematika wajib kelas XI. Elite Media Kreazi (Elmarkazi). Davis, T. (2020). Dual Inheritance, Common Sense, and the Justification of Religious Belief. In Scientific Challenges to Common Sense Philosophy. Taylor and Francis. https://doi.org/10.4324/9781351064224-13 Dennis, J. (2020). Languaging network learning: The emergence of connectivism in architectonic thought. International Review of Research in Open and Distributed Learning, 21(3), 304 – 318. https://doi.org/10.19173/irrodl.v21i3.4718 Dirksen, C. (2020). Community Engagement for Student Faith Development: Service-Learning in the Pentecostal Tradition. Christian Higher Education, DAFTAR PUSTAKA Abao, J. M., Al-Mounaim, T. A., Pacasum, H. M., Saidamen, I., Viray, M. C., & Gogo, H. B. (2024). Edu-Connect: Transforming MSU Marawi Education through Social Media Networks. Assyfa Learning Journal, 2, 116–132. Abdi, A. A. (2020). Reconstructing african philosophies of education: Historical and contemporary analyses. In The Palgrave Handbook of African Education and Indigenous Knowledge. Palgrave Macmillan. https://doi.org/10.1007/978-3-030-38277-3_9 Ahmed, M. A., & Kumalasari, N. (2023). ANDIN-MU: Development of Android-Based Descriptive Text Interactive Multimedia Materials in High School English Subjects. Assyfa Learning Journal, 1, 49–59. Aisyah, F., Nursyahidah, F., & Kusumaningsih, W. (2020). Designing online class learning of sine rule using ramadhan tradition context. Journal of Physics: Conference Series, 1663(1). https://doi.org/10.1088/17426596/1663/1/012067 Aisyah, I. S., Susilawati, S. A., odi, M. M., Darmayanti, R., & Syalsabilla, A. (2024). Langkah cerdas sinkronisasi Google Scholar. Muhammadiyah University Press. Akkapram, P. (2020). The impact of the Sinsai Roo Jai ton project on the development of local culture and contemporary performance in northeastern Thailand. Manusya, 23(3), 430 – 449. https://doi.org/10.1163/26659077-02303011 Andreev, V. V, Evdokimova, O. K., Gorbunov, V. I., & Vasilieva, L. N. (2020). Higher engineering education: Traditions, regular and forced innovations. Journal of Physics: Conference Series, 1691(1). https://doi.org/10.1088/17426596/1691/1/012142 Anglisano, A., Casas, L., Anglisano, M., & Queralt, I. (2020). Application of supervised machinelearning methods for attesting provenance in catalan traditional pottery industry. Minerals, 10(1). https://doi.org/10.3390/min10010008 Arif, V. R., Afnan, M., Usmiyatun, U., & Lestari, C. Y. (2023). Development of Social Studies Animation Video (S2AV) Teaching Materials on the Material" Plurality of Indonesian Society" for Junior High School Students. Assyfa Learning Journal, 1, 1–11. Aryaseta, A. W., Rosidah, I., Cahaya, V. E., Dausat, J., & Darmayanti, R. (2023). Digital Marketing: Optimization of Uniwara Pasuruan Students to Encourage UMKM" Jamu Kebonagung" Through Branding Strategy. Jurnal Dedikasi, 2, 13–23. Behari-Leak, K. (2020). Toward a borderless, decolonized, socially just, and inclusive scholarship of teaching and learning. Teaching and Learning Inquiry, 8(1), 4 – 23. https://doi.org/10.20343/TEACHLEARNINQU.8.1 .2 Cabrera-Flores, M. R., Peris-Ortiz, M., & León-Pozo, A. (2020). Knowledge, innovation, and outcomes in craft beer: Theoretical framework and fuzzy-set 143 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 19(1–2), 78 – 90. https://doi.org/10.1080/15363759.2019.168919 8 Drahmann, M., Soğuksu, A., & Cramer, C. (2020). Teacher education in times of migration and digitalization: Comparative examples from Germany and Turkey. In Teacher Education in the Global Era: Perspectives and Practices. Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-15-4008-0_3 Edelmann, H., Quiñones-Ruiz, X. F., Penker, M., Scaramuzzi, S., Broscha, K., Jeanneaux, P., Belletti, G., & Marescotti, A. (2020). Social learning in food quality governance – Evidences from geographical indications amendments. International Journal of the Commons, 14(1), 108 – 122. https://doi.org/10.5334/ijc.968 Fisher, G. F. (2020). Tradition in transformation: The classical curriculum in the colonial and early national American college. Classical Receptions Journal, 12(3), 357 – 374. https://doi.org/10.1093/CRJ/CLZ030 Forlizzi, L., Melideo, G., & Vilchez, C. S. U. (2020). Supporting the construction of learning paths in a competency-based informatics curriculum. Advances in Intelligent Systems and Computing, 1241 AISC, 185 – 194. https://doi.org/10.1007/978-3-030-52538-5_19 Gawad, I. O. (2020). Ecolodge design and architectural education: A new approach for design studios. International Journal of Engineering Research and Technology, 13(11), 3877 – 3892. https://www.scopus.com/inward/record.uri?eid =2-s2.085097913603&partnerID=40&md5=7ea404faf69 0cf690bd2e0bfa91d6d4d Haanurat, A. I. (2024). Problems of Investment Literacy and Utilization of Security Crowdfunding in Digital Age Through the Islamic Capital Market. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 2, 104–115. Halverson, R., & Halverson, E. R. (2020). Education as design for learning: A model for integrating education inquiry across research traditions. In Handbook of Education Policy Studies: School/University, Curriculum, and Assessment, Volume 2. Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-13-8343-4_11 Hansen, K. (2020). Apprenticeship in practice supervision in teacher education: Individual, relational or in community of practice? A study of exam texts; [Mesterlære i praksisveiledning i lærerutdanning: Individuell, relasjonell eller i praksisfelleskap? En studie av eksamenstekster]. Acta Didactica Norden, 14(2). https://doi.org/10.5617/adno.7925 Harahap, D., & Uthman, Y. O. O.-O. (2024). Bridging the Gap: Environmental Education as a Catalyst for Human-Environmental Harmony. Assyfa Learning Journal, 1, 19–39. Hendarto, T., Darmayanti, (ed) Rani, Mas’odi, (ed) Mas’odi, & faishal, (ed) Muhammad Rafli. (2022). Revolusi agrobisnis perikanan di Asia menaklukkan pasar global [sumber elektronis]. Lima Aksara. Hendarto, T., I.P., S., Darmayanti, R., & odi, M. M. (2024). Sinkronisasi cerdas researchgate. CV. Bildung Nusantara. Hendarto, T., Rizkiya, (ed) Nur Bella, & Darmayanti, (ed) Rani. (2022). Revolusi agribisnis perikanan di Asia [sumber elektronis] : menaklukkan pasar global. CV. Bildung Nusantara. Hendarto, T., Wardana, (ed) Muhammad Rafli Faishal, Darmayanti, (ed) Rani, S, (ed) M Syaifuddin, & Khotimah, (ed) Khusnul. (2021). Dasar-dasar agribisnis perikanan [sumber elektronis] : teori dan praktik. Lima Aksara. Hotimah, L. H., Hasyim, U. A. A., & Dewi, Y. A. S. (2024). Implementation of Islamic Religious Education in Cultivating Morals in Elementary School Students. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1, 5–9. Hudha, A. M., & Edema, W. (2024). Edmodo learning media and meeting room help grasp simple and significant ones: Circulatory System. Assyfa Learning Journal, 1, 10–18. Huerta, R. (2020). Design of letters as a visual environment to educate in diversity; [El diseño de letras: Como entorno visual para educar en diversidad Aprender de letra en la formación del profesorado]. Artseduca, 25, 5 – 22. https://doi.org/10.6035/Artseduca.2020.25.1 Hussain, N., & Phulpoto, S. (2024). Digital Literacy: Empowering Individuals in the Digital Age. Assyfa Learning Journal, 2, 70–83. Huynh, T. T. (2020). Dear Friends : From People’s Cultural Exchange to People’s Cultural Production. African and Asian Studies, 19(1–2), 33 – 59. https://doi.org/10.1163/15692108-12341445 Ismail, M. J., Chiat, L. F., Anuar, A. F., & Yusuf, R. (2020). Institutionalising the kompang for primary school students in Malaysia. International Journal of Innovation, Creativity and Change, 13(5), 275 – 292. https://www.scopus.com/inward/record.uri?eid= 2-s2.085086874787&partnerID=40&md5=a69e9b1f235 50402cad87cb9cd01973c Karas, S. I. (2020). Virtual patients as a format for simulation learning in continuing medical education (review article); [Виртуальные пациенты как формат симуляционного обучения в непрерывном медицинском образовании (обзор литературы)]. Bulletin of Siberian Medicine, 19(1), 140 – 149. https://doi.org/10.20538/1682-03632020-1-140-149 Karim, S., & Zoker, E. M. (2023). Technology in Mathematics Teaching and Learning: An Impact Evaluation in Selected Senior Schools in Masingbi Town. Assyfa Learning Journal, 2, 60–72. Karlsdottir, K., & Einarsdottir, J. (2020). Supporting democracy and agency for all children: The learning stories of two immigrant boys. Contemporary Issues in Early Childhood, 21(4), 325 – 339. https://doi.org/10.1177/1463949120978472 Kengpol, A., Koohathongsumrit, N., & Meethom, W. (2020). Time analysis of teaching and learning method based on LOVE model. Advances in Intelligent Systems and Computing, 1134 AISC, 528 – 538. https://doi.org/10.1007/978-3-030-402747_51 144 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 Kreinsen, J. J. (2024). The Importance of Marbles in Science Education for Elementary School Children. Assyfa Learning Journal, 2, 99–115. LaDuca, B., Carroll, C., Ausdenmoore, A., & Keen, J. (2020). Pursuing Social Justice through PlaceBased Community Engagement: Cultivating Applied Creativity, Transdisciplinarity, and Reciprocity in Catholic Higher Education. Christian Higher Education, 19(1–2), 60 – 77. https://doi.org/10.1080/15363759.2019.168920 4 Leden, L., Hansson, L., & Ideland, M. (2020). The mangle of school science practice: Teachers’ negotiations of two nature of science activities at different levels of contextualization. Science Education, 104(1), 5 – 26. https://doi.org/10.1002/sce.21553 Lötter, M. J., & Jacobs, L. (2020). Using smartphones as a social constructivist pedagogical tool for inquirysupported problem-solving: an exploratory study. Journal of Teaching in Travel and Tourism, 20(4), 347 – 363. https://doi.org/10.1080/15313220.2020.171532 3 Lubis, M., Nurhakim, M., Amin, S., & Darmayanti, R. (2024). Empowering voices: Muhammadiyah journey through theology of al-ashr and ummah development. AMCA Journal of Religion and Society, 1, 11–20. Martin, C. (2020). On the educational ethics of outmigration: Liberal legitimacy, personal autonomy, and rural education. In Rural Teacher Education: Connecting Land and People. Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-152560-5_4 M.E., A., & T., T. (Eds.). (2020). 21st International Conference on Interactive Collaborative Learning, ICL 2018. Advances in Intelligent Systems and Computing, 916. https://www.scopus.com/inward/record.uri?eid =2-s2.085064707039&partnerID=40&md5=9c828990c0 7bb13aab35d85ddb4e17f4 Mishra, P., & Satpathy, S. (2020). Genre of folk narratives as rich linguistic resource in acquiring English language competence for young learners. Rupkatha Journal on Interdisciplinary Studies in Humanities, 12(1). https://doi.org/10.21659/rupkatha.v12n1.08 Mycek, M. K., Hardison-Moody, A., Bloom, J. D., Bowen, S., & Elliott, S. (2020). Learning to eat the “right” way: examining nutrition socialization from the perspective of immigrants and refugees. Food, Culture and Society, 23(1), 46 – 65. https://doi.org/10.1080/15528014.2019.170068 1 Nasiha, W., Afifah, N., & Amir, A. N. (2023). Design of a website-based arabic typing application for students of arabic language education program at university. Assyfa Learning Journal, 1, 12–24. odi, M. M., Mustofa, N. H., Tobroni, T., Widodo, J., & Darmayanti, (ed) Rani. (2024). Filsafat pendidikan [sumber elektronis] : hakikat guru, siswa dan Interaksi edukatif ditinjau dari manajemen pendidikan digital. CV. Adanu Abimata. Pomplun, R. T., Rubiés, J.-P., & Županov, I. G. (2020). Introduction: Early catholic orientalism and the missionary discovery of Asian religions. Journal of Early Modern History, 24(6), 463 – 470. https://doi.org/10.1163/15700658-12342666 Pradana, M. D., & Uthman, Y. O. O.-O. (2023). Development of Aqidah Akhlak Learning Media" Board Game Based on Education Fun on the Theme of Commendable Morals (E-Fun A2M)" for High School Students. Assyfa Learning Journal, 1, 25–36. Putra, F. G., Sari, A. P., Qurotunnisa, A., Rukmana, A., Darmayanti, R., & Choirudin, C. (2023). What are the advantages of using leftover cooking oil waste as an aromatherapy candle to prevent pollution? Jurnal Inovasi Dan Pengembangan Hasil Pengabdian Masyarakat, 2, 59–63. Quartuch, M. R., Siemer, W. F., Decker, D. J., & Stedman, R. C. (2020). Learning from hunter education volunteers’ experiences. Human Dimensions of Wildlife, 31 – 47. https://doi.org/10.1080/10871209.2020.1788193 Rahman, M. A. (2023). Professional development in an institution through the GROW model. Assyfa Learning Journal, 2, 112–121. Risager, K. (2020). Language textbooks: windows to the world. Language, Culture and Curriculum, 1 – 14. https://doi.org/10.1080/07908318.2020.1797767 Safsouf, Y., Mansouri, K., & Poirier, F. (2020). An analysis to understand the online learners’ success in public higher education in Morocco. Journal of Information Technology Education: Research, 19, 113 – 130. https://doi.org/10.28945/4526 Santiago, P., Alves, F. R. V, & Darmayanti, R. (2023). GeoGebra in the light of the Semiotic Representation Registers Theory: an international Olympic didactic sequence. Assyfa Learning Journal, 2, 73–90. Schabas, A. (2023). Game-based science learning: what are the problems with teachers practicing it in class? Assyfa Learning Journal, 2, 89–103. Sefira, R., Setiawan, A., Hidayatullah, R., & Darmayanti, R. (2024). The Influence of the Snowball Throwing Learning Model on Pythagorean Theorem Material on Learning Outcomes. Edutechnium Journal of Educational Technology, 1, 1–7. Sekaryanti, R., Darmayanti, R., Choirudin, C., Usmiyatun, U., Kestoro, E., & Bausir, U. (2022). Analysis of Mathematics Problem-Solving Ability of Junior High School Students in Emotional Intelligence. Jurnal Gantang, 2, 149–161. Setiawan, K., Zahar, I., Lihardja, N., & Yunithree, M. (2020). Revitalization Wayang in present context through creative learning; brainstorming, and mind mapping. Journal of Advanced Research in Dynamical and Control Systems, 12(2), 2394 – 2396. https://doi.org/10.5373/JARDCS/V12I2/S202012 86 Shadiev, R., & Huang, Y.-M. (2020). Exploring the influence of technological support, cultural constructs, and social networks on online cross-cultural learning. Australasian Journal of Educational Technology, 36(3), 104 – 118. https://doi.org/10.14742/AJET.6038 145 Huzaini, Corak Islam Pada Adat Perkawinan Lampung Pepadun.. Assyfa Journal of Multidisciplinary Education, 1(2), 131-146. 2024 Shafer, N. (2020). Alaskan Timeosaurs and Interplanetary Human Spaghetti: A Regional Look at Augmented Reality in Special Classrooms. Springer Series on Cultural Computing, 387 – 411. https://doi.org/10.1007/978-3-030-42156-4_20 Siddiqui, S. S., Farooq, S. M. Y., Rubab, S., Irshad, R., Rabbani, H. H., & Abbas, K. (2023). Frequency of pulmonary hypertension in tertiary care hospital patients undergoing computed tomography chest. Assyfa International Scientific Journal, 1, 1–7. Strachan, L. M., & Winkel, C. (2020). Oral history: An unpredictably effective strategy for teaching ESL to Saudi Arabian students. Academic Journal of Interdisciplinary Studies, 9(1), 158 – 169. https://doi.org/10.36941/ajis-2020-0014 Strachan, L., & Winkel, C. (2020). The reclamation of an Arabian tradition: Using oral history to teach humanities and social sciences in Saudi Arabia. Oral History Review, 47(2), 291 – 307. https://doi.org/10.1080/00940798.2020.178641 5 Sugianto, R., & Darmayanti, R. (2021). Teachers in their perceptions and influences on LINU, positive or negative? AMCA Journal of Science and Technology, 1, 20–24. Sugianto, R., & Khan, S. (2023). MONICA-DANCE: Development of Monopoly Media Based on Traditional Indigenous Dances on High School Students’ Mathematical Critical Thinking Ability. Assyfa Learning Journal, 2. Sungkawati, E., & Uthman, Y. O. O.-O. (2024a). Adopting Blue-Green Economy Terms to Achieve SDGs: Indonesia’s Opportunities and Challenges. Assyfa Learning Journal, 1. Sungkawati, E., & Uthman, Y. O. O.-O. (2024b). Adopting the Blue Green Economy Term to Achieve SDGs in Digital Learning: Opportunities and Challenges for Indonesia. Assyfa Learning Journal, 2, 84–98. Sutomo, E., Darmayanti, R., Faishal, (ed) Muhammad Rafli, Usmiyatun, (ed) Usmiyatun, & S, (ed) M Syaifuddin. (2024). Instrumen penelitian media pembelajaran nondigital. Lima Aksara. Syaifuddin, M., Darmayanti, R., & Rizki, N. (2022). Development of a two-tier multiple-choice (TTMC) diagnostic test for geometry materials to identify misconceptions of middle school students. Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika Dan Pembelajarannya, 2. Teymurova, V., Abdalova, M., Babayeva, S., Huseynova, V., Mammadov, E., & Islamova, N. (2020). Implementation of Mobile Entrepreneurial Learning in the Context of Flexible Integration of Traditions and Innovations. International Journal of Interactive Mobile Technologies, 14(21), 118 – 135. https://doi.org/10.3991/ijim.v14i21.18445 Tiejun, Z., & Linlin, Z. (2020). Research on the dimensions of art design education in Taiwan Shih Chien University. Lecture Notes of the Institute for Computer Sciences, Social-Informatics and Telecommunications Engineering, LNICST, 339, 351 – 361. https://doi.org/10.1007/978-3-03063952-5_30 Tüzel, B. (2020). The experiences of traditional craftsmanship in the process of covid-19 pandemic; [COVID-19 salgini sÜrecİnde el sanatlari geleneĞİ deneyİmlerİ]. Milli Folklor, 2020(127), 87 – 100. https://www.scopus.com/inward/record.uri?eid= 2-s2.085092198480&partnerID=40&md5=a5530eb8f5b 148871f18df766a7400ee Utomo, D. P. (2024). Machine Learning Analysis of Junior High Students’ Math Representation in HOTS Problems. Assyfa Learning Journal, 2, 133–147. Utomo, D. P., Amaliyah, T. Z., Darmayanti, R., Usmiyatun, U., & Choirudin, C. (2023). Students’ Intuitive Thinking Process in Solving Geometry Tasks from the Van Hiele Level. JTAM (Jurnal Teori Dan Aplikasi Matematika), 1, 139–149. Vedianty, A. S. A., Darmayanti, R., Lestari, A. S. B., Rayungsari, M., & da Silva Santiago, P. V. (2023). What is the need for" UBUR-UBUR GABUT" media and its urgency in high school mathematics learning. Assyfa International Scientific Journal, 1. Wijaya, W. A., & Darmayanti, R. (2023). Independent Learning Curriculum: What is the teacherâ€TMs role in facilitating effective learning. Assyfa International Scientific Journal, 1. Winson, V. R. V, Narayana, S. T. V, Sailaja, S. V, & Kashyap, A. M. N. (2024). Augmentation of Collaborative Learning for Design (Engineering) Subjects in Remote Learning. Assyfa Learning Journal, 1, 1–9. Woods, P. J. (2020). Reimagining collaboration through the lens of the posthuman: Uncovering embodied learning in noise music. Journal of Curriculum and Pedagogy, 1 – 21. https://doi.org/10.1080/15505170.2020.1786747 Wragg, N. (2020). Online communication design education: the importance of the social environment. Studies in Higher Education, 45(11), 2287 – 2297. https://doi.org/10.1080/03075079.2019.1605501 Wulandari, T., Nurmalitasari, D., Susanto, K., & Darmayanti, R. (2022). Etnomatematika Pada Batik Daun Sirih dan Burung Kepodang Khas Pasuruan. Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, 1, 95– 103. Zahroh, U., Maghfiroh, W., Darmayanti, R., & Hidayat, A. (2023). Innovation in mathematics education for high school students using small group discussion as a case study. Assyfa International Scientific Journal, 1, 8–14. 146